Sejarah Berdirinya IAIBAFA: Dari Pesantren ke Pendidikan Tinggi Islam

Lahirnya IAIBAFA (Institut Agama Islam Bahauddin Mudhary) tidak dapat dipisahkan dari dinamika intelektual dan kultural yang tumbuh subur di lingkungan Pesantren Tambakberas Jombang, salah satu pesantren tua dan berpengaruh di Jawa Timur. Dalam sejarahnya, kawasan Tambakberas telah menjadi pusat kaderisasi ulama dan cendekiawan Muslim melalui pendekatan keilmuan tradisional berbasis kitab kuning (turats), dengan nilai-nilai keislaman yang kuat dan moderat.

Seiring berjalannya waktu, banyak alumni Pesantren Tambakberas yang kembali menetap dan mengabdi di sekitar pesantren, baik sebagai pengajar, dai, pengelola lembaga pendidikan, maupun pelaku ekonomi. Jumlah mereka yang semakin besar menciptakan kebutuhan akan wadah pendidikan tinggi yang mampu menyalurkan semangat pengabdian mereka dalam bentuk yang lebih terstruktur, akademis, dan profesional.

Sebagai jawaban atas kebutuhan tersebut, didirikanlah IAIBAFA. Lembaga ini bukan hanya kelanjutan dari semangat pesantren, tetapi juga sebuah ikhtiar strategis untuk menjembatani keilmuan Islam klasik dengan tantangan dan kebutuhan kontemporer. IAIBAFA menjadi manifestasi dari cita-cita banyak alumni untuk menghadirkan pendidikan tinggi Islam yang tetap menjaga tradisi namun berani menyapa dunia modern.

Fakultas Syariah dan Ekonomi Syariah: Jembatan Tradisi dan Profesionalisme

Salah satu tonggak penting dalam IAIBAFA adalah berdirinya Fakultas Syariah dan Ekonomi Syariah, yang hadir sebagai respon terhadap kebutuhan umat akan keilmuan yang mampu mengintegrasikan kajian fikih dan hukum Islam (syariah) dengan praktik ekonomi dan keuangan modern.

Dengan basis pesantren Tambakberas yang kuat dalam tradisi keislaman, fakultas ini dirancang untuk mencetak cendekiawan Muslim yang:

  • Mampu memahami turats (khazanah keislaman klasik) secara mendalam.
  • Memiliki kompetensi profesional dalam bidang hukum dan ekonomi syariah.
  • Siap bersaing di tengah tantangan globalisasi dan kompleksitas dunia ekonomi modern.

Para mahasiswa dididik dengan pendekatan holistik—menggabungkan metode pesantren seperti halaqah, bahtsul masail, dengan pendekatan akademik seperti penelitian ilmiah, diskusi interdisipliner, dan kerja lapangan. Dengan demikian, lulusan Fakultas Syariah dan Ekonomi Syariah diharapkan tidak hanya piawai dalam membaca kitab kuning, tetapi juga kompeten dalam mengelola lembaga keuangan syariah, menjadi advokat syariah, analis kebijakan publik Islam, maupun akademisi yang produktif.

Penutup: IAIBAFA sebagai Ikhtiar Kolektif Alumni dan Umat

IAIBAFA dan fakultas-fakultas yang ada di dalamnya, termasuk Fakultas Syariah dan Ekonomi Syariah, merupakan buah dari kesadaran kolektif alumni pesantren akan pentingnya penguatan keilmuan Islam yang adaptif terhadap perubahan zaman. Mereka tidak hanya membangun lembaga, tetapi juga merintis sebuah gerakan keilmuan yang berakar kuat pada tradisi dan menjulang tinggi dalam inovasi dan profesionalisme.

Dengan semangat “tradisi untuk inovasi”, IAIBAFA terus berbenah sebagai pusat keunggulan keilmuan Islam yang inklusif dan relevan bagi masa depan umat dan bangsa.